Menari Diatas Luka dan Penderitaan Warga
Makassar, (Kamis, 9/2/2012) Puluhan rumah penduduk yang dihuni sekitar 35 kepala keluarga akhirnya dieksekusi, kini tinggal puing-puing bangunan yang telah rata digilas oleh eskapator, tanpa pandang bulu dan belas kasihan hanya yang tersisa sebuah bangunan masjid yang berhasil diselamatkan oleh ormas Islam yang kini dijadikan tempat bernaung warga yang tergusur.
Warga yang tak berdaya dan tak kuasa melakukan perlawanan hanya bisa meratapi dan menangis menyaksikan rumahnya digusur, dihancurkan, dan diratakan, hanya tempat tidur dan perabot seadanya yang bisa mereka selamatkan, naudzubillah. seraya berkata, Ya Allah…..kami harus tergusur, terusir dan didzalimi bahkan dimiskinkan dinegeri kami sendiri padahal negeri kami adalah negeri yang kaya-raya.
Hanya rintihan dan tangisan yang terdengar yang menghiasi pemandangan jalannya eksekusi tersebut mulai dari orang tua, remaja hingga anak-anak yang masih kecil dan tak berdosapun ikut menyaksikan aksi biadab tersebut yang secara sengaja dipertontonkan, lalu dimana hati nurani pemimpin kita selama ini hingga membiarkan warganya hidup terlunta-lunta tanpa sandang, pangan dan papan.
Lalu sampai kapan mereka harus hidup seperti ini tanpa ada kepastian hukum dan hanya bisa berharap nasibnya dapat diperjuangkan oleh para pencari keadilan, meskipun mereka sadar bahwa yang mereka lawan adalah tidak lebih watak seperti kaum penjajah dinegeri ini, mereka adalah mafia dan berlagak seperti orang yang kuat dan berduit yang bisa membeli apa saja, lantas dimana keadilan dan harga diri bangsa ini? padahal kedaulatan atau kekuasaan dinegeri ini adalah ditangan rakyat namun kenyataannya dinilai hanya milik segelintir orang atau pengusaha.
Jika demikian halnya lantas bagaimana, kenapa dan seperti apa sebenarnya yang melatar belakangi kasus ini berikut kronologis kejadiannya.
Awalnya salah seorang warga yang bernama ST.Aminah yang diketahui sebagai penghuni pertama yang bermukim dilahan tersebut pada tahun 1923 yang saat ini lokasinya berada di jalan balai kota, kemudian dia memanggil beberapa orang jawa untuk menempati lahan tersebut karna tidak memiliki keturunan, sehingga mengajak orang untuk tinggal menggarap lahan diwilayah tersebut, salah satunya warga yang bernama Sanio, namun katanya tanah tersebut tidak boleh dijualbelikan hanya sebatas ditinggali. Ujar Aminah.
Sanio hanyalah seorang pendatang yang masuk dan tinggal dilokasi itu, bersama dengan warga yang lain yang tinggal dan menggarap tanah dilokasi tersebut pada tahun 1960, yang kemudian mematok dan membangun rumah diatas lahan tanah negara serta bermukim diwilayah tersebut hingga beranak pinang dan dikarunia anak bernama Sumiarto dari 12 bersaudara.
Dahulu hanya sebidang tanah yang tak digubris, seiring dengan waktu berjalan dan berkembangnya kota metropolitan, kini telah berkembang pesat menjadi pusat perkantoran dan perumahan, hal inilah yang diduga menjadi faktor sengketa lahan tersebut, siapa yang tidak tergiur jika harga tanah dilokasi tersebut kini sudah mulai melonjat, atas dasar inilah kemungkinannya yang memotivasi niat bejat Sumiarto yang merupakan anak dari Almarhum Sanio untuk mensertifikatkan seluruh tanah warga yang bermukim dilokasi tersebut.
Padahal diketahui sumiarto hanya memiliki 6 petak rumah lalu kemudian dijual kepada pengembang PT. Citra Cemerlang Laksana Megah yang bernama John Mailoha secara diam-diam tanpa diketahui warga yang lain yang tinggal disekitarnya.
Akibatnya ada sekitar 27 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal, yang luasnya kurang lebih 1800 meter persegi. Tidak puas dengan hasil keputusan MA, warga masih menuntut keadilan melalui PK karna belakangan diketahui jika penerbitan sertifikat tersebut dinilai cacat hukum atau dengan kata lain keabsahannya dipertanyakan.
Jika demikian halnya lantas siapa yang bertanggung jawab atas penertiban sertifikat tersebut, jika benar adanya keterlibatan oknum BPN atau PPAT lantas atas dasar alas apa penerbitan sertifikat tersebut dan sudah sejauh mana setting control pemerintah terhadap masalah ini, jika tidak ingin dikatakan kecolongan. Untuk itu katanya jika terindikasi sudah saatnya kebobrokan oknum PPAT dan BPN dibongkar. Jelas sumber.(KASDANI).
Makassar, (Kamis, 9/2/2012) Puluhan rumah penduduk yang dihuni sekitar 35 kepala keluarga akhirnya dieksekusi, kini tinggal puing-puing bangunan yang telah rata digilas oleh eskapator, tanpa pandang bulu dan belas kasihan hanya yang tersisa sebuah bangunan masjid yang berhasil diselamatkan oleh ormas Islam yang kini dijadikan tempat bernaung warga yang tergusur.
Warga yang tak berdaya dan tak kuasa melakukan perlawanan hanya bisa meratapi dan menangis menyaksikan rumahnya digusur, dihancurkan, dan diratakan, hanya tempat tidur dan perabot seadanya yang bisa mereka selamatkan, naudzubillah. seraya berkata, Ya Allah…..kami harus tergusur, terusir dan didzalimi bahkan dimiskinkan dinegeri kami sendiri padahal negeri kami adalah negeri yang kaya-raya.
Hanya rintihan dan tangisan yang terdengar yang menghiasi pemandangan jalannya eksekusi tersebut mulai dari orang tua, remaja hingga anak-anak yang masih kecil dan tak berdosapun ikut menyaksikan aksi biadab tersebut yang secara sengaja dipertontonkan, lalu dimana hati nurani pemimpin kita selama ini hingga membiarkan warganya hidup terlunta-lunta tanpa sandang, pangan dan papan.
Lalu sampai kapan mereka harus hidup seperti ini tanpa ada kepastian hukum dan hanya bisa berharap nasibnya dapat diperjuangkan oleh para pencari keadilan, meskipun mereka sadar bahwa yang mereka lawan adalah tidak lebih watak seperti kaum penjajah dinegeri ini, mereka adalah mafia dan berlagak seperti orang yang kuat dan berduit yang bisa membeli apa saja, lantas dimana keadilan dan harga diri bangsa ini? padahal kedaulatan atau kekuasaan dinegeri ini adalah ditangan rakyat namun kenyataannya dinilai hanya milik segelintir orang atau pengusaha.
Jika demikian halnya lantas bagaimana, kenapa dan seperti apa sebenarnya yang melatar belakangi kasus ini berikut kronologis kejadiannya.
Awalnya salah seorang warga yang bernama ST.Aminah yang diketahui sebagai penghuni pertama yang bermukim dilahan tersebut pada tahun 1923 yang saat ini lokasinya berada di jalan balai kota, kemudian dia memanggil beberapa orang jawa untuk menempati lahan tersebut karna tidak memiliki keturunan, sehingga mengajak orang untuk tinggal menggarap lahan diwilayah tersebut, salah satunya warga yang bernama Sanio, namun katanya tanah tersebut tidak boleh dijualbelikan hanya sebatas ditinggali. Ujar Aminah.
Sanio hanyalah seorang pendatang yang masuk dan tinggal dilokasi itu, bersama dengan warga yang lain yang tinggal dan menggarap tanah dilokasi tersebut pada tahun 1960, yang kemudian mematok dan membangun rumah diatas lahan tanah negara serta bermukim diwilayah tersebut hingga beranak pinang dan dikarunia anak bernama Sumiarto dari 12 bersaudara.
Dahulu hanya sebidang tanah yang tak digubris, seiring dengan waktu berjalan dan berkembangnya kota metropolitan, kini telah berkembang pesat menjadi pusat perkantoran dan perumahan, hal inilah yang diduga menjadi faktor sengketa lahan tersebut, siapa yang tidak tergiur jika harga tanah dilokasi tersebut kini sudah mulai melonjat, atas dasar inilah kemungkinannya yang memotivasi niat bejat Sumiarto yang merupakan anak dari Almarhum Sanio untuk mensertifikatkan seluruh tanah warga yang bermukim dilokasi tersebut.
Padahal diketahui sumiarto hanya memiliki 6 petak rumah lalu kemudian dijual kepada pengembang PT. Citra Cemerlang Laksana Megah yang bernama John Mailoha secara diam-diam tanpa diketahui warga yang lain yang tinggal disekitarnya.
Akibatnya ada sekitar 27 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal, yang luasnya kurang lebih 1800 meter persegi. Tidak puas dengan hasil keputusan MA, warga masih menuntut keadilan melalui PK karna belakangan diketahui jika penerbitan sertifikat tersebut dinilai cacat hukum atau dengan kata lain keabsahannya dipertanyakan.
Jika demikian halnya lantas siapa yang bertanggung jawab atas penertiban sertifikat tersebut, jika benar adanya keterlibatan oknum BPN atau PPAT lantas atas dasar alas apa penerbitan sertifikat tersebut dan sudah sejauh mana setting control pemerintah terhadap masalah ini, jika tidak ingin dikatakan kecolongan. Untuk itu katanya jika terindikasi sudah saatnya kebobrokan oknum PPAT dan BPN dibongkar. Jelas sumber.(KASDANI).
No comments :
Post a Comment